Minggu, 06 Januari 2013

Menghadapi anak autisme

saya bukan seorang ahli terapi, juga bukan seseorang yang pernah melakukan penelitian dalam hal ini. saya hanya membaca dan menonton tayangan-tayangan yang berhubungan dengan anak autis, karena semakin banyak jumlah anak autis di Indonesia ini dan begitu sedikit pendidikan bagi orang tua untuk menangani anak-anak autis ini yang sebenarnya dapat di lakukan sendiri di rumah.

Menghadapi anak autis adalah tugas yang berat, membutuhkan waktu, tenaga, kesabaran dan kerja sama dari keluarga. Untuk itu, yang pertama harus disiapkan adalah orang tua. Secara psikologis hati orang tua harus di mantapkan. Penerimaan dan keikhlasan atas keadaan si anak tentunya menjadi nomer pertama. Karena banyak orang tua yang tidak menerima, menolak, terlampau bersedih, menyalahkan diri sendiri, atau malah ada yang berpura-pura anaknya tidak menderita autis. Jangan pernah menyembunyikan keadaan penderita autis. Orang tua harus sadar bahwa penderita autis pun bisa hidup normal.  Tahukah, bahwa Bill gates orang terkaya di dunia adalah penderita autis, atau Albert Enstein ilmuwan terkenal abad 20 yang terkenal dengan teori relativitasnya, salah satu peraih Nobel adalah juga penderita autisme.  Jadi bantu anak-anak autis menjalani hidup normal.

Menghadapi anak autisme di rumah atau di lingkungan dapat dengan cara yang sangat sederhana. intinya, ajaklah anak autis berperan serta. jangan biarkan dia hanya asyik dalam dunia-nya.

  1. Melatih komunikasi verbal dan non verbal,  jangan berikan pada anak apa yang di inginkan begitu saja. Misalnya ketika si anak menginginkan mobil-mobilan, suruh anak mengucapkan kata "mobil", atau ketika anak menginginkan apel suruh untuk mengucapkan kata "apel". Lakukan secara bertahap dan pelan-pelan.
  2. Melatih interaksi sosial, ajaklah anak bermain bersama saudaranya, atau teman sebaya. dampingi selalu dan jangan menyerah. lakukan permainan yang tidak berbahaya dan yang diminati oleh anak misalnya bermain joget-jogetan dengan musik sambil mengelilingi kursi (jangan permainan merebut kursi, gunakan kursi yang sesuai dengan jumlah anak). ketika musik terdengar semua anak harus joget, ketika musik berhenti anak harus duduk. dampingi anak autis dalam melakukannya. lakukan perlahan-lahan. Atau contoh lain, ajarkan si anak untuk bereaksi jika ada orang yang memanggil. misalnya si ayah memanggil dari ruang sebelah, maka ibu harus mendorong anak mendekati ayahnya.
  3. Melatih perilaku dan bermain, ikutlah bermain dengan anak. jangan biarkan penderita autis bermain sendiri. ajaklah anak berbicara ketika bermain, atau ikutlah dalam permainan-nya. misalnya anak sedang bermain mobil-mobilan, ikutlah menata mobilan tersebut atau  main balap-balapan dan lain-lain.
  4. melatih perasaan dan emosi. jangan terpancing marah jika dalam terapi ini anak memberontak, berteriak, mengamuk dan melempar.  Jangan pedulikan dan jangan merespon jika anak mengamuk (cuekin aja bahasa kerennya). berpura-puralah tidak tahu. ketika anak sudah tenang lakukan kembali terapi tersebut. intinya adalah memaksa anak keluar dari dunianya dengan cara lembut.

Keberhasilan terapi ini tergantung pada kedua orang tua. Tidak hanya ayah dan tidak hanya ibu saja.  Satu sama lain harus saling mendukung, karena dalam proses ini pasti penderita autis akan banyak mengamuk dan biasanya ibu akan lebih mudah goyah dan kembali menurut pada rutinitas anak. Disini anda di paksa untuk tega karena itulah cara untuk memperkenalkan pada dunia sesungguhnya.  Dan jangan lupa untuk memberikan hadiah pada anak ketika dia berhasil melakukan apa yang anda minta. Berikan apresiasi anda walaupun itu hanya berupa tepukan tangan atau sorakan yang dapat membuatnya bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar